Akibat terus menyusutnya jumlah siswa dan tidak mampu lagi bersaing dengan sekolah lain, lima Sekolah Menengah Atas (SMA) Swasta di Jakarta Utara terpaksa gulung tikar, dua sekolah lainnya siap menyusul. Sulitnya biaya untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi membuat sebagian masyarakat memilih menyekolahkan anaknya ke Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang siap kerja. Tingginya minat bersekolah ke SMK membuat jumlah SMK swasta di Jakut tumbuh lima persen.
Sementara itu, SMA yang sudah dipastikan tidak beroperasi adalah SMA Bahariwan 45, SMA Yoel, SMA Yasmun, SMA Al-Muhajirin, SMA Sami Putra. Sedangkan SMA Gideon dan SMA Abadi kini mulai kekurangan siswa dan siap ditutup. Untuk SMK swasta, saat ini jumlahnya mencapai 65 sekolah.
Kasie SMA Sudin Dikmenti Jakarta Utara, Muhammad Saiful, mengatakan, tidak beroperasinya SMA swasta tersebut sudah berlangsung dari tahun 2005. Kemungkinan jumlah SMA yang tutup akan bertambah lantaran peminatnya terus menyusut. "Banyak orangtua murid lebih memilih menyekolahkan anaknya ke SMK ketimbang masuk SMA," tutur Saiful kepada beritajakarta.com, Rabu (26/11).
Kemungkinan orangtua murid berharap setelah lulus SMK, anaknya bisa langsung bekerja dan membantu perekonomian keluarga. Sedangkan jika disekolahkan ke SMA swasta, orangtua harus bisa melanjutkan anaknya ke jenjang yang lebih tinggi. "Saat ini kebutuhan hidup sudah tinggi, orangtua tidak bisa menyiapkan anggaran untuk bekal anaknya kuliah," tegasnya.
Tingginya minat orangtua menyekolahkan anaknya ke sekolah kejuruan membuat jumlah SMK meningkat. Pada tahun 2007 lalu jumlah SMK swasta hanya terdapat 65 sekolah, tetapi tahun ini diperkirakan naik sekitar lima persen. Program Depdiknas yang menginginkan agar jumlah SMK jauh lebih banyak dari SMA akan menciptakan siswa yang siap menghadapi dunia kerja. Pasalnya, kurikulum atau pelajaran yang diselenggarakan di SMK tersebut biasanya mengikuti kebutuhan di dunia ketenagakerjaan.
Sesuai dengan ketetapan Depdiknas bahwa prosentase jumlah SMK dan SMA cukup besar yaitu 70 persen untuk SMK swasta/negeri dan 30 persen untuk SMA swasta/negeri. Data dari Sudin Dikmenti Jakarta Utara saat ini jumlah SMA/SMK di Jakarta Utara terdapat 82 sekolah, 17 diantaranya merupakan sekolah negeri dan 65 diantaranya sekolah swasta.
Fajar Sudarso, Ketua Dewan Pendidikan Jakarta Utara mengatakan tutupnya suatu lembaga pendidikan seperti SMA tersebut disebabkan banyak faktor. Artinya, bisa saja yayasan atau pengelola lembaga tersebut sudah tidak bisa lagi mempromosikan sekolahnya. Atau penanganan manajemen sekolah tersebut tidak profesional sehingga mengakibatkan kehancuran di lembaga pendidikan tersebut.
Di sisi lain, saran Fajar, pemerintah seharusnya sudah memikirkan dampak yang timbul akibat program itu lantaran saat ini terdapat puluhan SMA di Jakarta yang gulung tikar dan merugi lantaran kekurangan murid dan tidak bisa lagi membayar gaji guru dan karyawan. "Pada intinya kami sepakat, jika perbandingan SMA dan SMK sebesar 70 persen banding 30 persen. Tetapi ini juga harus dipikirkan bersama dan siapa yang akan bertanggung jawab ketika murid SMA itu mengalami penyusutan," tandasnya.
Sumber : http://www.jakartautara.com
Sementara itu, SMA yang sudah dipastikan tidak beroperasi adalah SMA Bahariwan 45, SMA Yoel, SMA Yasmun, SMA Al-Muhajirin, SMA Sami Putra. Sedangkan SMA Gideon dan SMA Abadi kini mulai kekurangan siswa dan siap ditutup. Untuk SMK swasta, saat ini jumlahnya mencapai 65 sekolah.
Kasie SMA Sudin Dikmenti Jakarta Utara, Muhammad Saiful, mengatakan, tidak beroperasinya SMA swasta tersebut sudah berlangsung dari tahun 2005. Kemungkinan jumlah SMA yang tutup akan bertambah lantaran peminatnya terus menyusut. "Banyak orangtua murid lebih memilih menyekolahkan anaknya ke SMK ketimbang masuk SMA," tutur Saiful kepada beritajakarta.com, Rabu (26/11).
Kemungkinan orangtua murid berharap setelah lulus SMK, anaknya bisa langsung bekerja dan membantu perekonomian keluarga. Sedangkan jika disekolahkan ke SMA swasta, orangtua harus bisa melanjutkan anaknya ke jenjang yang lebih tinggi. "Saat ini kebutuhan hidup sudah tinggi, orangtua tidak bisa menyiapkan anggaran untuk bekal anaknya kuliah," tegasnya.
Tingginya minat orangtua menyekolahkan anaknya ke sekolah kejuruan membuat jumlah SMK meningkat. Pada tahun 2007 lalu jumlah SMK swasta hanya terdapat 65 sekolah, tetapi tahun ini diperkirakan naik sekitar lima persen. Program Depdiknas yang menginginkan agar jumlah SMK jauh lebih banyak dari SMA akan menciptakan siswa yang siap menghadapi dunia kerja. Pasalnya, kurikulum atau pelajaran yang diselenggarakan di SMK tersebut biasanya mengikuti kebutuhan di dunia ketenagakerjaan.
Sesuai dengan ketetapan Depdiknas bahwa prosentase jumlah SMK dan SMA cukup besar yaitu 70 persen untuk SMK swasta/negeri dan 30 persen untuk SMA swasta/negeri. Data dari Sudin Dikmenti Jakarta Utara saat ini jumlah SMA/SMK di Jakarta Utara terdapat 82 sekolah, 17 diantaranya merupakan sekolah negeri dan 65 diantaranya sekolah swasta.
Fajar Sudarso, Ketua Dewan Pendidikan Jakarta Utara mengatakan tutupnya suatu lembaga pendidikan seperti SMA tersebut disebabkan banyak faktor. Artinya, bisa saja yayasan atau pengelola lembaga tersebut sudah tidak bisa lagi mempromosikan sekolahnya. Atau penanganan manajemen sekolah tersebut tidak profesional sehingga mengakibatkan kehancuran di lembaga pendidikan tersebut.
Di sisi lain, saran Fajar, pemerintah seharusnya sudah memikirkan dampak yang timbul akibat program itu lantaran saat ini terdapat puluhan SMA di Jakarta yang gulung tikar dan merugi lantaran kekurangan murid dan tidak bisa lagi membayar gaji guru dan karyawan. "Pada intinya kami sepakat, jika perbandingan SMA dan SMK sebesar 70 persen banding 30 persen. Tetapi ini juga harus dipikirkan bersama dan siapa yang akan bertanggung jawab ketika murid SMA itu mengalami penyusutan," tandasnya.
Sumber : http://www.jakartautara.com
0 comments:
Posting Komentar