JAKARTA,SENIN - Berdasarkan pemantauan Departemen Kelautan dan Perikanan serta Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional, kenaikan muka air laut di Indonesia rata-rata 5-10 milimeter per tahun.
Strategi adaptasi dan mitigasi belum menyeluruh sehingga garis pantai semakin mundur. Luas daratan hilang setiap tahun mencapai 4.759 hektar.
Demikian dikemukakan Kepala Subdirektorat Pengelolaan Pesisir dan Lautan Terpadu pada Departemen Kelautan dan Perikanan Subandono Diposaptono, Senin (16/2). ”Mundurnya garis pantai berdampak terhadap banyak hal,” kata Subandono.
Menurut dia, terkikisnya daratan pesisir itu memusnahkan vegetasi mangrove karena tidak mampu bermigrasi. Mangrove sebagai penahan gelombang air laut terancam punah.
Abrasi atau terkikisnya pantai dari tahun ke tahun sudah merusak berbagai fasilitas dan bangunan di pantai di sejumlah tempat.
Secara terpisah, Kepala Bidang Analisa Klimatologi dan Kualitas Udara pada Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Soetamto mengatakan, dinamika atmosfer di wilayah Indonesia menunjukkan kecenderungan musim kemarau bertambah panjang, sedangkan musim hujan semakin pendek, tetapi intensitas curah hujan meningkat. Intensitas curah hujan itu kemudian meningkatkan intensitas bencana banjir dan tanah longsor.
Sementara itu, dijelaskan, pemerintah di Jakarta mengatur kebijakan hanya 20 persen luas lahan yang boleh dibangun di daerah resapan, seperti di Ciganjur, Jakarta Selatan.
Subandono mengatakan, kondisi tanah di pantai utara Pulau Jawa sebetulnya masih labil sehingga pembangunan di wilayah itu berpotensi menimbulkan pemampatan. Beban bangunan di pantai mengakibatkan tanah ambles sehingga memicu permukaan air laut menggenangi daratan.
”Kenaikan permukaan air laut 5-10 milimeter per tahun itu cukup kecil, tetapi dalam hitungan waktu puluhan tahun akan banyak berarti dalam menimbulkan kerusakan lingkungan,” kata Subandono.
Sumber : http://kompas.com
0 comments:
Posting Komentar